Badan Dino “Bulat”
Anak
itu bernama Dino, badannya yang besar
membuatnya begitu menggemaskan. Anak yang periang dan ceria, baik hati dan
penurut pada orang tuanya. Seringkali Dino di ejek oleh teman-temannya karena
gendut.
“Badan Dino bulat, bulat badan
Dino... kalau tidak bulat, itu bukan Dino!” nyanyian itu bermaksud untek
mengejeknya, tapi Dino tidak tersinggung dengan ejekan temannya, malah Dino
ikut bernyanyi dengan semangatnya.
“Badan Dino bulat, bulat badan
Dino... walau Dino bulat, tapi Dino imut!” begitulah cara Dino bercanda dan
membuat teman-temannya tertawa.
Tingkah lucunya selalu membuat gelak
tawa orang yang melihatnya. Anak berumur tujuh tahun ini begitu polosnya
menganggap semua ejekan menjadi bahan bercandanya.
Suatu pagi.
Dino bangun lebih awal untuk bisa
menyaksikan kartun kesayangannya di TV. Spongebob
dia begitu menyukainya, bahkan Dino sering menirukan bagai mana gaya kartun
kesayangannya itu. “Aku Sponge tapi aku bulat” begitu celotenya menirukan gaya
bicara Sopongebob.
Jam sudah menunjukan pukul Enam lebih tiga puluh menit. Dino segera
bersiap untuk berangkat sekolah. Sampai dikelasnya Dino terus berseru riang
menirukan gaya Spongebob saat bersemangat untuk bekerja di Krusty Krab.
“Aku
siap! Aku siap!” serunya berulang-ulang.
Teman-temannya yang suka jail sudah
menyiapkan jebakan untuk Dino. Sampai di tempat duduknya Dino langsung duduk
tanpa curiga sehingga tawa jail teman-temannya terdengar berisik di kelas.
“ADUH!” teriak Dino kesakitan.
“Dino?”
“Kamu
ngga apa-apa?” Dino tidak menjawab pertanyaan teman-temannya karena menahan
sakit di kakinya.
“Dino
berdarah!” sahut temannya yang lain.
“Kamu
sih jailnya keterlaluan!” temannya yang lain menyalahkan.
“Selamat
pagi anak-anak!” suara ibu guru yang masuk kedalam kelas Dino yang sedang
gaduh.
“Kenapa
Dino?”
“Em...
anu bu” jawabannya gugup.
“Kenapa?
Loh kakinya berdarah!, siapa yang melakukannya?” ucap bu guru setengah marah.
Seketika
teman-teman Dino tertunduk karena dimarahi ibu guru. Lalu Dino diantarkan ibu
guru untuk pulang.
Keesokan
harinya.
“Maafkan
aku ya Din?” Dino hanya tersenyum menjawabnya.
“jawab
dong!”
“iya,
Dino ngga marah kok, kaki Dino juga udah mendingan”
“Maafin
kita juga yang sering ngeledek kamu!” kata temannya yang lain.
“Dino
seneng kok kalo kalian bisa ketawa karena Dino!” jawabnya ringan.
“Daripada
kita sedih-sedihan mending kita nyanyi!” lanjutnya lagi.
“Nyanyi
apa?” tanya temannya nyaris serempak.
“Badan
Dino bulat, bulat badan Dino... kalau tidak bulat, itu bukan Dino!” nyanyiannya
penuh semangat sambil menepukkan kedua tangannya sesuai irama lagu. Teman-teman
Dino mulai tertawa ceria lagi karena tingkah lucunya.
Hari-hari
berikutnya Dino merasa lebih bahagia kerena teman-temannya terus tertawa
karenanya, walaupun Dino sebenarnya jadi bahan ejekkan dan tertawaan tapi Dino
senang dengan semua itu.
Begitulah
cerita Dino yang selalu menjadi anak yang berbahagia karena kesabarannya dan
perilakunya yang polos dan tidak mudah tersinggung. Menganggap semua hal yang
menjelekannya adalah menjadi semangat untuk menghibur orang-orang yang
mengenalnya. Kekurangannya bukan untuk dijadikan bahan singgungan, bahkan Dino
menganggap kekurangannya adalah modal untuk membahagiakan teman-temannya.
Dino
terus beranjak dewasa, tidak pernah berhenti untuk menggemari kartun kesayangannya
dan itu berarti Dino juga tidak pernah berhenti untuk menirukan gaya spongebob yang selalu ceria dan
bersemangat. Semua cita-citanya tergantung tinggi di atas langis yang dihiasi
pelangi yang indah, Dino selalu berseru bahwa “Aku siap! Aku siap!” dalam arti
siap untuk meraih cita-citanya.
Dino
masih mengingat lagu kesukaanya.
“Badan
Dino bulat, bulat badan Dino... kalau tidak bulat, itu bukan Dino” begitu
nyanyian itu selalu teringat dalam kenangannya.
“Dino
bahagia kalau teman-teman bisa tertawa bahagia karena Dino!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar