Kamis, 11 Juni 2015

ITB Bukan Hanya Tempat Bagi Si Jenius. Aku Juga Bisa Masuk ITB (Naskah Peserta AMI 2015)



            Awal kisah perjuanganku bermula saat aku berusia 10 tahun, saat itu aku menduduki kursi kelas empat sekolah dasar. Cerita ini akan diawali dengan cerita menyedihkan seorang anak yang mendapatkan hasil rapot dengan nilai rendah di dalamnya. Caci dan maki ayahku sampai sekarang masih mengiang dalam benakku. Anak tolol, bodoh, dan bego. Bagiku makian itu sangat membekas dan menjadi cambuk energi yang begitu dahsyat.
            Kesempatan berikutnya aku mencoba untuk lebih baik, berjuang dan terus belajar agar hasil rapot berikutnya tidak lagi menuai cacian seperti yang aku alami sebelumnya.
            “Walaupun kamu ayah maki bodoh, jika kamu berusaha maka makian itu akan menjadi kebalikannya” begitu kira-kira nasihat ayah padaku, saat itu aku lupa bagaimana dia bisa mengucapkan kalimat itu dengan bahasa sederhana namun begitu berarti bagiku jika aku ingat sekarang ini. Sekarang di masa aku tumbuh lebih dewasa dan akan melangkah ke arah pendidikan yang lebih tinggi. Aku ingin menjadi seorang mahasiswa ITB, walaupun sebenarnya aku pesimis karena aku bukan orang jenius yang sering diceritakan teman-teman tentang kehebatan mahasiswa ITB yang jenius itu. Walaupun aku mendapatkan rangking pertama di kelas, tapi aku tetap bukan orang jenius.
            “Ternyata anak ITB nggak sejenius yang kita kira” ucapnya terkekeh, Dodi menceritakan kisahnya tentang petualangannya di Bandung dan kebetulan harus menginap di masjid Salman ITB, dia bilang sempat bertemu beberapa mahasiswa ITB disana.
            “Maksudnya?” tanya anak-anak serempak termasuk aku yang turut antusias mendengar celotehnya, anak ini memiliki IQ lebih tinggi namun nilainya biasa saja di kelas, bahkan tidak masuk rangking 10 besar, tapi mimpinya selalu tinggi dan optimis. Semoga saja dia tidak terjatuh dari mimpinya. Kembali lagi tentang ITB sekarang.
            “Ya, mereka tidak jenius, bahkan aku bertemu seorang mahasiswa ITB yang sedang kerepotan membawa sebungkus balon di kantong polybagnya. Aku mengajarinya agar polybag itu tidak terus terseret angin” jelasnya sambil terkekeh. Baginya itu mudah saja, tinggal memasukkan batu sebagai pemberat dalam kantong maka selesai sudah kantong itu mungkin tidak harus tergeser angin lagi dan terbang. Anak-anak pun terkekeh mendengar ending ceritanya.
            “Jangan pesimis, kamu bisa masuk ITB” ucapnya menepuh bahuku, aku hanya tersenyum padanya. Anak itu memberikan motivasi dan membuatku dapat mengalahkan rasa pesimisku, aku juga bisa masuk ITB tanpa harus menjadi jenius.
            “Usaha kamu lebih banyak dari pada aku” ucapnya lagi sebelum pergi keluar kelas.
***
            Teknik Fisika, aku memimpikan itu di ITB. Seandainya aku mewujudkan mimpi itu maka hal pertama yang aku lakukan adalah bersyukur, percaya dengan nasihat ayahku dan kemudian temanku yang mengabarkan bahwa mahasiswa ITB tidak semuanya jenius karena seorang sepertiku dapat menjadi mahasiswa ITB juga, ingat aku tidak jenius.
            Yang akan aku lakukan adalah belajar dengan lebih tekun, meningkatkan kreatifitasku dan tentu saja aku berusaha menjadi jenius setelah semua proses yang aku alami. Bukankah banyak yang memimpikan ITB sebagai kampusnya, lantas mengapa aku harus mnyia-nyiakan kesempatan ketika aku sudah berhasil mewujudkan mimpi itu, aku akan melakukan hal-hal yang lebih baik yang belum aku lakukan untuk ITB.
Kemudian setelah lulus dari ITB aku akan mengepakkan sayapku, terbang dengan segala keberanian dalam ketinggian mimpi yang lebih tinggi dari sebelumnya, menghilangkan rasa takutku akan jatuh karena aku akan memiliki sayap ilmu yang akan membuatku melayang setinggi mungkin untuk meraih mimpi, padahal mimpi yang tinggi itu hanya sebuah hal yang sederhana. Aku ingin membuat sesuatu yang luar biasa untuk bangsa Indonesia, sederhana bukan? Ya B.J Habiebie yang mengajarkan aku, aku berasal dari bangsaku dan harus kembali untuk mengabdi pada bangsa dan negaraku suatu saat nanti saat aku sudah menghasilkan sesuatu, menciptakan pesawat terbang ataupun menciptakan perubahan untuk teknologi yang lebih maju lagi. Itu tugasku setelah lulus dari ITB jika aku akhirnya dapat menjadi mahasiswa ITB.
***
            Rangkaian cerita yang sederhana, mimpi indah yang tidak jauh berbeda dengan kebanyakan anak muda penerus bangsa, hanya yang ingin aku sampaikan lewat tulisanku, lewat cerita yang aku kemas sedemikian rupa dari kisah nyata yang aku berikan sentuhan sedikit fiksi di dalamnya adalah jangan terlalu pesimis seperti diriku sebelumnya, menganggap kejeniusan adalah hal yang menonjol dan menakutkan padahal orang yang belajar dengan sungguh-sungguh adalah orang jenius sebenarnya. Jangan memiliki mimpi tinggi kalau tidak pernah kamu kejar, dan yang terpenting jangan menyia-nyiakan kemampuanmu sebenarnya dan mengatakan tidak bisa, cobalah! siapa tahu dirimu adalah seorang yang jenius.
            Lebarkan sayapmu, terbanglah keangkasa dan kamu tidak perlu lagi takut akan terjatuh, jangan remehkan nasihat siapapun atau celotehan sekecil apapun, beberapa celoteh sederhana mengandung makna yang bisa dipelajari. Tapi itu hanya terkadang, jadi jangan terlalu banyak berceloteh jika tidak mencobanya segera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar